MAKALAH
SKI
Masuknya Islam ke Nusantara Melalui Kegiatan
Pengajaran
DISUSUN OLEH : KELOMPOK III
1.Ahmad Husein Abdul Hamid
2. Ahmad Dzul Jalaali
3. Ahmad Shobirin Mukti
4. Akbar Mahfiroh Febrianto
5. Diky Firmansyah
6. Gilang Akbar Hidayat
7. Hendra Saputra
8. Kelpin Dwi Amanda
9. Maharani
10. Melia Zahra
11. Rani Vitaloka
2. Ahmad Dzul Jalaali
3. Ahmad Shobirin Mukti
4. Akbar Mahfiroh Febrianto
5. Diky Firmansyah
6. Gilang Akbar Hidayat
7. Hendra Saputra
8. Kelpin Dwi Amanda
9. Maharani
10. Melia Zahra
11. Rani Vitaloka
Guru Pembimbing:
Sasmita S.Pd.I
Sasmita S.Pd.I
DAFTAR ISI :
1. Daftar Isi…………………………………………………………… i
2. Kata Pengantar…………………………………………………….. ii
2. Kata Pengantar…………………………………………………….. ii
3. Bab I
Arti Penting Dari Pendidikan dan Pengajaran Islam……………………..... 1
Arti Penting Dari Pendidikan dan Pengajaran Islam……………………..... 1
4. Bab II
Proses Pengajaran dan Pendidikan Islam……………………………..2
Proses Pengajaran dan Pendidikan Islam……………………………..2
5. Bab III
Konsep Pendidikan Islam
A.Pendidikan
Sebelum Kedatangan Islam…………………………………….….3
B.
Pendidikan Islam Pada Masa Permulaan Islam di Nusantara Sampai Periode Walisongo…………………………………………………………………………. 4
C. Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Kerajaan Islam………………………..7
6. Kesimpulan ……………………………………………………………...………8
7.
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………..…9
i
Kata
Pengantar :
AssalamualaikumWarrahmatullahiWabarakatuh
Kami tidak lupa memanjatkan
puji syukur kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita
semua, sehingga makalah Sejarah Kebudayaan Islam tentang Masuknya Islam ke
Nusantara Melalui Kegiatan Pengajaran Ini akhirnya dapat terselesaikan. Kami
mohon maaf kepada pembaca apabila ada penulisan yang kurang tepat dan tutur
kata yang tidak berkenan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan emoga kami mendapatkan amal jariyah karena Makalah ini . Aamiin.
ii
BAB I
Arti Penting Dari Pendidikan dan Pengajaran Islam
Pendidikan mempunyai arti penting bagi
kehidupan, karena dapat membantu manusia dalam mencapai kemajuan. Pendidikan
yang tepat telah mendorong Islam mencapai kejayaannya pada masa klasik, begitu
pula pendidikan yang kurang tepat membawa kemunduran Islam pada masa
belakangan. Karena itu, jika umat Islam ingin maju, pendidikannya mestilah
dibenahi. Dan pembenahan ini hanya dapat dilakukan manakala umat Islam memahami
sejarah pendidikannya sendiri.
Oleh karena itu, berbicara tentang Pendidikan
Islam di Nusantara tidak dapat dipisahkan dari sejarah penyebaran dan
perkembangan umat Islam di bumi nusantara. Islam masuk ke Indonesia pada abad
VII M. dan berkembang pesat sejak abad VIII M dengan munculnya
kerajaan-kerajaan Islam, maka pendidikan Islam juga mengalami perkembangan
seiring dengan dinamika perkembangan Islam. Di mana saja di Nusantara ini
terdapat komunitas umat Islam, maka di sana juga terdapat aktivitas pendidikan
Islam. Sistem pendidikan Islam ketika itu dilaksanakan sesuai dengan situasi
dan kondisi lokal di mana kegiatan pendidikan itu dilaksanakan.
Persoalan lain yang menjadi masalah dalam
melacak pengajaran Islam di Nusantara adalah tentang siapa yang memperkenalkan
Islam ke Nusantara. Karena itu muncul teori bahwa Islam dibawa ke Nusantara
oleh para pedagang. Teori lain menyatakan bahwa Islam tersebar di Indonesia
oleh para ulama (mulla). Sedangkan teori ketiga menyatakan bahwa kekuasaan
(konversi) keraton sangat berpengaruh bagi pengislaman di Nusantara. Masuknya
Islam penguasa akan diikuti oleh rakyatnya secara cepat.
Pengajaran dan pendidikan Islam
mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan dilakukan di
pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama, ataupun
kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamannya dan akan
mendakwahkan Islam di kampung masing-masing.
Dalam agama Islam
setiap muslim adalah pendakwah. Baru kemudian pada masa-masa berikutnya
terdapat mubalig dan guru agama Islam, yang tugasnya khusus mengajarkan agama
Islam. Mereka ini mempercepat proses Islamisasi, sebab mereka mendirikan
pesantren dan mencetak kader-kader ulama/guru-guru agama Islam.
Masuknya
Islam di Nusantara dan perkembangannya juga dilakukan melalui jalur pendidikan
atau pengajaran, baik di pesantren maupun di pondok-pondok
yang di selenggarakan oleh guru-guru agama dan para ulama
1
BAB II
Proses Pengajaran Dan Pendidikan Islam
Pengajaran dan pendidikan Islam mulai
dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan dilakukan di pesantren
ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama, ataupun kyai. Para
santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamannya dan akan mendakwahkan
Islam di kampung masing-masing.
Dalam agama Islam
setiap muslim adalah pendakwah. Baru kemudian pada masa-masa berikutnya
terdapat mubalig dan guru agama Islam, yang tugasnya khusus mengajarkan agama
Islam. Mereka ini mempercepat proses Islamisasi, sebab mereka mendirikan
pesantren dan mencetak kader-kader ulama/guru-guru agama Islam.
Ajaran Nabi Muhammad SAW. Tentang “Sampaikanlah dariku
walau hanya satu ayat”, menjadi motivator para mubaligh Islam pada
saat itu untuk semakin bersemangat menyampaikan ajaran Islam. Disetiap
kesempatan para mubaligh menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat
sekitar melalui pendidikan dan pengajaran dengan menggunakan mushala,
rumah salah seorang warga, bahkan tempat terbuka seperti di bawah pohon rindang sebagai
tempat untukmenyampaikan dakwahnya.
Para
pedagang dari Timur Tengah mengemban misi penyebaran agama Islam melalui
pengajian, yaitu dengan membuka lembaga-lembaga pendidikan keagamaan yang
selanjutnya dinamakan lembaga pendidikan pesantren. Perkembangan selanjutnya
lembaga-lembaga pendidikan Islam atau organisasi keagamaan ini banyak ditemui
di tanah air, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam
(Persis), Persatuan Umat Islam (PUI), dan Persatuan Tarbiyah (Perti).
Melalui
proses pengkaderan atau penggodokan itulah, muncul para ulama-ulama yang ahli
dalama bidang agama islam. Para ulama yang telah memperoleh pendidikan
tersebut, kemudian menyebarkan dan menjadi ujung tombak dalam ikut menyebarkan
agama Islam. Semua kalangan menjadi garapannya, mulai kaum atas, hingga rakyat
biasa.
2
BAB III
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendidikan Sebelum Kedatangan Islam
Berkenaan dengan masalah pendidikan Sebelum
kedatangan Islam memberi gambaran kepada kita bahwa kontak pertama antara
pengembangan agama Islam dan berbagai jenis kebudayaan dan masyarakat di
Indonesia, menunjukkan adanya semacam akomodasi cultural. Di samping melalui
pembenturan dalam dunia dagang, sejarah juga menunjukkan bahwa penyebaran Islam
kadang-kadang terjadi pula dalam suatu relasi intelektual, ketika ilmu-ilmu
dipertentangkan atau dipertemukan, ataupun ketika kepercayaan pada dunia lama
mulai menurun.
Pada pertengahan abad ke-19 pemerintah
Belanda mulai menyelenggarakan pendidikan model barat yang diperuntukkan bagi
orang-orang Belanda dan sekelompok kecil orang Indonesia (terutama kelompok
berada). Sejak itu tersebar jenis pendidikan rakyat, yang berarti juga bagi
umat Islam. Selanjutnya pemerintah memberlakukan politik Etis (Ethische
Politik), yang mendirikan dan menyebarluaskan pendidikan rakyat sampai
pedesaan.
Pendidikan kolonial Belanda sangat berbeda
dengan sistem pendidikan Islam tradisional pada pengetahuan duniawi. Metode
yang diterapkan jauh lebih maju dari sistem pendidikan tradisional. Adapun
tujuan didirikannya sekolah bagi pribumi adalah untuk mempersiapkan
pegawai-pegawai yang bekerja untuk Belanda. Jika begitu, pemerintah Belanda
tidak mengakui para lulusan pendidikan tradisional. Mereka tidak bisa bekerja
baik di pabrik maupun sebagai tenaga birokrat.
Kehadiran sekolah-sekolah pemerintah Belanda
mendapat kecaman sengit dari kaum ulama. Kaum ulama dan golongan santri
menganggap program pendidikan tersebut adalah alat penetrasi kebudayaan barat
di tengah berkembangnya pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan Islam.
3
B. Pendidikan Islam Pada Masa Permulaan Islam
di Nusantara Sampai Periode Walisongo
Pendidikan merupakan salah satu perhatian
sentral masyarakat Islam baik dalam Negara mayoritas maupun minoritas. Dalam
ajaran agama Islam pendidikan mendapat posisi yang sangat penting dan tinggi.
Karenanya, umat Islam selalu mempunyai perhatian yang tinggi terhadap
pelaksanaan pendidikan untuk kepentingan masa depan umat Islam.
Besarnya arti pendidikan, kepentingan
Islamisasi mendorong umat Islam melaksanakan pengajaran Islam kendati dalam
system yang sederhana, peengajaran diberikan dengan sistem halaqah yang
dilakukan di tempat-tempat ibadah semacam masjid, musallah bahkan juga di rumah-rumah
ulama. Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia
mengadopsi dan mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada
(indigeneous religious and social institution) ke dalam lembaga pendidikan
Islam di Indonesia. Di Jawa, umat Islam mentransfer lembaga keagamaan
Hindu-Budha menjadi pesantren; di Minangkabau mengambil Surau sebagai
peninggalan adat masyarakat setempat menjadi lembaga pendidikan Islam; demikian
halnya di Aceh dengan mentransfer lembaga meunasah sebagai lembaga pendidikan
Islam.
Menurut Manfred, Pesantren berasal dari masa
sebelum Islam serta mempunyai kesamaan dengan Budha dalam bentuk asrama. Bahwa
pendidikan agama yang melembaga berabad-abad berkembang secara pararel. Pesantren
berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan istilah santri berasal dari
bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. Menurut Robson, kata santri berasal
dari bahasa Tamil “sattiri” yang diartikan sebagai orang yang tinggal di sebuah
rumah miskin atau bangunan keagamaan secara umum. Meskipun terdapat perbedaan
dari keduanya, namun keduanya perpendapat bahwa santri berasal dari bahasa
Tamil.
Santri dalam arti guru mengaji, jika dilihat
dari penomena santri. Santri adalah orang yang memperdalam agama kemudian
mengajarkannya kepada umat Islam, mereka inilah yang dikenal sebagai “guru
mangaji”. Santri dalam arti orang yang tinggal di sebuah rumah miskin atau
bangunan keagamaan, bisa diterima karena rumusannya mengandung cirri-ciri yang
berlaku bagi santri.
4
Ketika memperdalam ilmu agama, para santri
tinggal di rumah miskin, ada benarnya. Kehidupan santri dikenal sangat
sederhana. Sampai Tahun 60-an, pesantren dikenal dengan nama pondok, karena
terbuat dari bambu.
Pada abad ke XV, pesantren telah didirikan
oleh para penyebar agama Islam, diantaranya Wali Songo. Wali Songo dalam
menyebarkan agama Islam mendirikan masjid dan asrama untuk santri-santri. Di
Ampel Denta, Sunan Ampel telah mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai
tempat ngelmu atau ngaos pemuda Islam. Sunan Giri telah ngelmu kepada Sunan
Ampel mendirikan lembaga pendidikan Islam di Giri. Dengan semakin banyaknya
lembaga pendidikan Islam pesantren didirikan, agama Islam semakin tersebar
sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga ini merupakan ujung tombak
penyebaran Islam di Jawa.
Peran Wali Songo tidak terlepas dari sejarah
pendidikan Islam di Nusantara. Wali Songo melalui dakwahnya berhasil
mengkombinasi metoda aspek spiritual dan mengakomodasi tradisi masyarakat
setempat dengan cara mendirikan pesantren, tempat dakwah dan proses belajar
mengajar.
Wali songo melakukan proses Islamisasi dengan
menghormati dan mengakomodasi tradisi masyarakat serta institusi pendidikan dan
keagamaan sebelumnya, padepokan. Padepokan diubah secara perlahan, dilakukan
perubahan sosial secara bertahap, mengambil alih pola pendidikan dan mengubah
bahan dan materi yang diajarkan dan melakukan perubahan secara perlahan
mengenai tata nilai dan kepercayaan masyarakat, perubahan sosial, tata nilai,
dan kepercayaan. Hal ini menciptakan alkulturisasi budaya termasuk pedoman
hidup masyarakat, pemenuhan kebutuhan hidup, dan operasionalisasi kebudayaan
melalui pranata-pranata sosial yang ada di masyarakat, yaitu pedoman moral atau
hidup, etika, estetika, dan nilai budaya (adanya simbol-simbol dan
tanda-tanda).
Di
Sumatera Barat, pendidikan Islam tradisional di sebut Surau. Di Minangkabau,
Surau telah ada sebelum datangnya Islam, adalah merupakan tempat yang dibangun
untuk tempat ibadah orang Hindu-Budha. Raja Aditiwarman telah mendirikan
kompleks Surau disekitar bukit Gombak, Surau digunakan sebagai tempat berkumpul
pemuda-pemuda untuk belajar ilmu agama sebagai alat yang ideal untuk memecahkan
masalah-masalah sosial.
5
Menurut Sidi Gazalba, sebelum Islam datang di
Minagkabau, Surau adalah bagian dari kebudayaan masyarakat setempat yang juga
disebut “uma galang-galang”, adalah bangunan pelengkap rumah gadang. Surau
dibangun oleh Indu, bagian dari suku, untuk tempat berkumpul, rapat dan tempat tidur
bagi pemuda-pemuda, kadang-kadang bagi mereka yang sudah kawin, dan orang-orang
tua yang sudah uzur.
Kedatangan Islam tidak merubah fungsi Surau
sebagai tempat penginapan anak-anak bujang, tetapi fungsinya diperluas seperti
fungsi masjid, yaitu sebagai tempat belajar membaca al-Qur’an dan dasar-dasar
agama dan tempat ibadah. Namun, dari segi fungsi Surau lebih lebih luas
daripada fungsi Masjid. Masjid hanya digunakan untuk shalat lima waktu, shalat
jum’at, shalat ‘id. Sedangkan Surau juga digunakan shalat lima waktu, sebagai
tempat belajar agama, mengaji, bermediatsi dan upacara-upacara, di samping
sebagai tempat semacam asrama anak-anak bujang. Lebih lanjut Surau digunakan
sebagai lembaga pendidikan Islam yang memiliki sisten yang teratur, ini dapat dibuktikan
dengan didirikannnya Surau sebagai lembaga pendidikan Islam oleh Syekh
Burhanuddin (1646-1691) setelah berguru kepada Syekh Abdurrauf bin Ali. Dengan
demikian Surau telah berubah fungsi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran
Islam.
Meunasah semula adalah salah satu tempat
ibadah yang terdapat dalam setiap kampung di Aceh. Selanjutnya mengalami
perkembangan fungsi baik sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat pendidikan,
tempat pertemuan, tempat transaksi jual-beli, dan tempat menginap para musafir,
tempat membaca hikayat, dan tempat mendamaikan jika ada warga kampung yang
bertikai. Sedangkan dayah adalah lembaga pendidikan yang terdapat hampir
di tiap-tiap uleebalang, seperti halnya di tiap-tiap kampung harus ada
meunasah. Setiap dayah memiliki sebuah balai utama sebagai tempat belajar dan
salat berjama’ah. Dilihat dari mata pelajaran yang diajarkan, dayah mengkaji
materi pelajaran yang lebih tinggi daripada di meunasah.
Lembaga-lembaga pendidikan semacam Pesantren,
Surau, Meunasah dan Dayah memiliki peran penting dalam mengajarkan nilai-nilai
Islam, terjadi transfer ilmu, transfer nilai dan transfer perbuatan (transfer
of knowledge, transfer of value, transfer of skill) sehingga mampu mencetak
intelektual muslim Nusantara yang patut diperhitungkan dalam era peta pemikiran
Islam.
6
C. Pendidikan Islam Pada Masa
Kerajaan-Kerajaan Islam
Salah satu tujuan adanya pendidikan Islam
adalah terbentuknya masyarakat muslim di Indonesia. Terbentuknya masyarakat
muslim disuatu daerah adalah melalui proses yang panjang, yang dimulai dari
terbentuknya pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para da’i.
Dengan terbentuknya komunitas atau masyarakat
muslim pada beberapa daerah di Indonesia ini, mendorong untuk membentuk kerajaan
Islam sebagai pusat kekuatan atau kekuaaan politik didalam proses Islamisasi di
Indonesia. Maka berdirilah kerajaan-kerajaan Islam seperti Samudera Pasai dan
Perlak di Aceh pulau Sumatera, Demak di pulau Jawa, kerajaan Mataram, dan
sebagainya. Dengan berdirinya kerajaan Islam di Indonesia ini, maka fase
perkembangan Islam berikutnya adalah fase perkembangan Islam dan politik, yang
artinya perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
politik.
Tumbuhnya kerajaan Islam sebagai pusat-pusat
kekuasaan Islam di Indonesia ini jelas sangat berpengaruh sekali dalam proses
Islamisasi/ pendidikan Islam di Indonesia, yaitu sebagai suatu wadah/ lembaga
yang dapat mempermudah penyebaran Islam di Indonesia. Ketika kekuasaan politik
Islam semakin kokoh dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam, pendidikan
semakin memperoleh perhatian, karena kekuatan politik digabungkan dengan
semangat para mubaligh (pengajar agama pada saat itu) untuk mengajarkan Islam
merupakan dua sayap kembar yang mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai
wilayah di Indonesia.
7
Kesimpulan
Kedatangan Islam
di Nusantara dibawa oleh para pedagang dan ulama-ulama, mereka datang dari
Arab, Persia maupun India, penyebarannya adalah berada pada jalur-jalur dagang
internasional pada saat itu. Pendidikan Islam Islam dilakukan dalam bentuk
khalaqah di rumah-rumah pedangang ataupun ulama maupun dengan tauladan.
Walisongo dalam
penyebaran Islam di Jawa sangat berhasil karena mampu mengislamisasikan wilayah
Jawa. Lembaga pendidikan yang digunakan adalah pesantren. Keberhasilannya
didukung oleh pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kultur masyarakat
Jawa.
Pendidikan Islam
pada masa kerajaan Islam di Indonesia sudah berlangsung cukup baik. Terbukti
dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sebagai pusat-pusat
kekuasaan Islam di Indonesia ini sangat berpengaruh bagi proses islamisasi di
Indonesia sebagai peranannya didalam penyiaran agama Islam, melalui para Ulama
sebagai mubaligh/ pendidik dalam penyiaran agama Islam dan kerajaan Islam
sebagai wadah kekuasaan politik Islam, keduanya sangat berperan dalam
mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.
8
DAFTAR
PUSTAKA:
kelvindwikaty.blogspot.com
kelvindwikaty.blogspot.com
9