MAKALAH SEJARAH INDONESIA
AKULTURASI BUDAYA HINDU-BUDDHA, PERGERAKAN BANGSA INDONESIA MELAWAN BELANDA DAN JEPANG, SEJARAH PULAU KEMARO
AKULTURASI BUDAYA HINDU-BUDDHA, PERGERAKAN BANGSA INDONESIA MELAWAN BELANDA DAN JEPANG, SEJARAH PULAU KEMARO
DISUSUN
OLEH :
X AKUNTANSI II
PUJA LESTARI
Guru Pembimbing
PUJA LESTARI
Guru Pembimbing
(Asmiati, S.Pd)
NIP/NIK : 197404042006042015
NIP/NIK : 197404042006042015
SMK NEGERI 1 MUARA ENIM
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Pemerintahan Kabupaten Muara Enim
Akulturasi Budaya Hindu-Budha Dengan Budaya Indonesia
Hal ini berarti kebudayaan
Hindu – Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima seperti apa adanya, tetapi
diolah, ditelaah dan disesuaikan dengan budaya yang dimiliki penduduk
Indonesia, sehingga budaya tersebut berpadu dengan kebudayaan asli Indonesia menjadi
bentuk akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu – Budha.
Wujud akulturasi tersebut dapat diamati pada uraian materi unsur-unsur budaya berikut ini:
Wujud akulturasi tersebut dapat diamati pada uraian materi unsur-unsur budaya berikut ini:
1. Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa sansekerta yang dapat ditemukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta tersebut memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu – Budha pada abad 5 – 7 M,
Contohnya: prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 – 13 M.
Sedangkan untuk aksara, dapat dibuktikan dengan adanya penggunaan huruf Pallawa,tetapi kemudian huruf Pallawa tersebut juga berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.
2. Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme.
Dengan masuknya agama Hindu – Budha ke Indonesia, maka masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut.
Tetapi agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan Animisme dan Dinamisme, atau dengan kata lainmengalami Sinkritisme.
Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu.
Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu – Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut misalnya dapat dilihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.
3. Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat dilihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India.
Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun temurun.
Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harihari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Permerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi pada masa berlangsungnya kerajaan Majapahit, dalam hal pengangkatan Wikramawardana.
Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.
Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta :
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa sansekerta yang dapat ditemukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta tersebut memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu – Budha pada abad 5 – 7 M,
Contohnya: prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 – 13 M.
Sedangkan untuk aksara, dapat dibuktikan dengan adanya penggunaan huruf Pallawa,tetapi kemudian huruf Pallawa tersebut juga berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.
2. Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme.
Dengan masuknya agama Hindu – Budha ke Indonesia, maka masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut.
Tetapi agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan Animisme dan Dinamisme, atau dengan kata lainmengalami Sinkritisme.
Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu.
Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu – Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut misalnya dapat dilihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.
3. Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat dilihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India.
Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun temurun.
Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harihari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Permerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi pada masa berlangsungnya kerajaan Majapahit, dalam hal pengangkatan Wikramawardana.
Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.
Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta :
kastaBrahmana (golongan
Pendeta),
kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan),
kasta Waisya (golongan pedagang) dan
kasta Sudra (golongan rakyat jelata).
Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian,karena di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.
4. Sistem Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu.
kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan),
kasta Waisya (golongan pedagang) dan
kasta Sudra (golongan rakyat jelata).
Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian,karena di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.
4. Sistem Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu.
Menurut perhitungan satu
tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi
adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654,maka tahun masehinya 654
+ 78 = 732 M. Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga
ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala.
Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka.
Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa salah satu
Contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan
sirna = 0,
ilang = 0,
kertaning = 4 dan
bhumi = 1
maka kalimat tersebut diartikan dan belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.
Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka.
Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa salah satu
Contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan
sirna = 0,
ilang = 0,
kertaning = 4 dan
bhumi = 1
maka kalimat tersebut diartikan dan belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.
5. peralatan hidup dan teknologi
Salah satu wujud
akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan
Candi.Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi
keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di
India,karena Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui
dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab
pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan
bangunan.
Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan dimana bentuk dasar bangunan.candi di Indonesia adalah punden berundak-undak,yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka.
Di samping itu juga dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang menyangkut lambang jasmaniah raja yangdisebut dengan Pripih.Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa. candi juga salah satu peninggalan kerajaan Singosari yang merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana yang memerintah tahun 1248 – 1268. Untuk candi yang bercorak Budha fungsinya sama dengan di India yaitu untuk memuja Dyani Bodhisattwa yang dianggap sebagai perwujudan dewa, maka untuk memperjelas pemahaman candi Budha berikut ini . Candi Borobudur adalah candi Budha yang terbesar sehingga merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia dan merupakan salah satu peninggalan kerajaan Mataram, dilihat dari 3 tingkatan, pada tingkatan yang paling atas terdapat patung Dyani Budha.
Patung-patung Dyani Budha inilah yang menjadi tempat pemujaan umat Buddha.
Di samping itu juga pada bagian atas, juga terdapat atap candi yang berbentuk stupa.
Untuk candi Budha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama Budha. Dengan demikian seni bangunan candi di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya saja dari unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu yang bercorak Indonesia.
Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan dimana bentuk dasar bangunan.candi di Indonesia adalah punden berundak-undak,yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka.
Di samping itu juga dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang menyangkut lambang jasmaniah raja yangdisebut dengan Pripih.Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa. candi juga salah satu peninggalan kerajaan Singosari yang merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana yang memerintah tahun 1248 – 1268. Untuk candi yang bercorak Budha fungsinya sama dengan di India yaitu untuk memuja Dyani Bodhisattwa yang dianggap sebagai perwujudan dewa, maka untuk memperjelas pemahaman candi Budha berikut ini . Candi Borobudur adalah candi Budha yang terbesar sehingga merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia dan merupakan salah satu peninggalan kerajaan Mataram, dilihat dari 3 tingkatan, pada tingkatan yang paling atas terdapat patung Dyani Budha.
Patung-patung Dyani Budha inilah yang menjadi tempat pemujaan umat Buddha.
Di samping itu juga pada bagian atas, juga terdapat atap candi yang berbentuk stupa.
Untuk candi Budha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama Budha. Dengan demikian seni bangunan candi di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya saja dari unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu yang bercorak Indonesia.
6. Kesenian
Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan .
Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha.relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang, hal ini menunjukkan bahwa relief tersebut mengambil kisah dalam riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara. Demikian pula di candi-candi Hindu, relief yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana. Yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi Panataran.
Dari relief-relief tersebut apabila diamati lebih lanjut, ternyata Indonesia juga mengambil kisah asli ceritera tersebut, tetapi suasana kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana kehidupan asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia. Dengan demikian terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja budaya India, tetapi selalu berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan suasana di Indonesia.
Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya suatu ceritera/kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari
kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan
kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa. Kedua kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu. Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia, ke dalam bahasa Jawa kuno. Dan,tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh punokawan seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. Bahkan dalam kisah Bharatayuda yang disadur dari kitab Mahabarata tidak menceritakan perang antar Pendawa dan Kurawa,melainkan menceritakan kemenangan Jayabaya dari Kediri melawan Jenggala. Di samping itu juga, kisah Ramayana maupun Mahabarata diambil sebagai suatu ceritera dalam seni pertunjukan di Indonesia yaitu salah satunya pertunjukan Wayang.
![](file:///C:/DOCUME~1/ADMINI~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
Seni pertunjukan wayang merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan pertunjukan wayang tersebut sangat digemari terutama oleh masyarakat Jawa.Untuk itu wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon ceritera dari kisah Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya India, tetapi tidak sama persis dengan aslinya karena sudah mengalami perubahan.Perubahan tersebut antara lain terletak dari karakter atau perilaku tokoh-tokoh ceritera misalnya dalam kisah Mahabarata keberadaan tokoh Durna, dalam cerita aslinya Dorna adalah seorang maha guru bagi Pendawa dan Kurawa dan berperilaku baik, tetapi dalam lakon di Indonesia Dorna adalah tokoh yang berperangai buruk suka menghasut.Demikian penjelasan tentang wujud akulturasi dalam bidang kesenian. Dan yang perlu dipahami dari seluruh uraian tentang wujud akulturasi tersebut bahwa unsur budaya India tidak pernah menjadi unsur budaya yang dominan dalam kerangka budaya Indonesia, karena dalam proses akulturasi tersebut, Indonesia selalu bertindak selektif.Untuk memudahkan Anda dalam memahami uraian materi wujud akulturasi Kebudayaan Indonesia dengan Kebudayaan India, maka simaklah ikhtisar dari wujud akulturisasi tersebut seperti pada tabel berikut ini.
PERJUANGAN
RAKYAT INDONESIA MELAWAN PENJAJAH BELANDA & JEPANG
1. Pendudukan Belanda di Indonesia
Pada awal abad ke-15 bangsa Eropa mulai mengadakan penjelajahan samudra. Tujuannya mencari kekayaan (gold), kejayaan (gospel), dam menyebarkan agama Nasrani (glory).
salah satu kebutuhan yang sangat diperlukan oleh bangsa Eropa yang berikilm dingin adalah rempah-rempah. Rempah-rempah berguna untuk obat-obatan, penyedap makanan, dan pengawet makanan.
Daerah penghasil rempah-rempah yang terkenal sejak zaman dahulu ialah Maluku. Bangsa Eropa ini membeli rempah-rempah secara langsung dari Maluku. Ada beberapa alasan mengapa mereka menyukai rempah-rempah dari Maluku. Pertama, mutu rempah-rempah Maluku sangat bagus. Kedua, harganya lebih murah dibandingkan dengan harga tempat lain.
Pada awalnya tujuan utama bangsa Eropa datang ke Indonesia ialah untuk berdagang. Akan tetapi, tujuan tersebut selanjutnya berubah menjadi menjajah. Beberapa bangsa Eropa yang pernah datang dan menjajah bangsa Indonesia ialah bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris Belanda merupakan bangsa yang paling lama menjajah bangsa Indonesia, yakni 350 tahun.
Dalam upaya mencari jalan ke Indonesia mulanya pelaut -pelaut Belanda mencari jalan melalui Kutub Utara. Usaha ini tidak berhasil. Kemudian mereka mencari jalan lain, yaitu melalui Tangiung Harapan (Cape of Good Hope), Afrika Selatan. Setelah berlayar selama 14 bulan, akhirnya, pada tanggal 22 Juni 1596, armada Belanda berhasil mendarat di Banten. Rombongan ini dipimpin oleh Cornelis de Houtman
Tujuan utama Belanda datang ke Indonesia ialah untuk berdagang, terutama untuk membeli rempah-rempah. Mula-mula, Belanda menunjukan sikap bersahabat dengan masyarakat Banten. Akan tetapi, akhirnya, Belanda memperlihatkan sikap serakah dan kasar. Tindakan ini membuat masyarakat Banten marah dan memusuhi belanda. Kedatangan Belanda tidak mendapatkan sambutan yang baik dari masyarakat. Akibatnya, armada Belanda tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Maluku untuk mencari rempah-rempah Mereka akhirnya kembali ke negeri Belanda melalui Bali. Armada Belanda yang pertama ini mengalami kerugian besar. Meskipun demikian, rombongan mereka sudah menemukan jalan ke Indonesia.
Pada tahun 1598, untuk kedua kalinya armada Belanda tiba di Banten. Armada ini dipimpin oleh Jacob van Neck, disusul kedatangan armada yang dipimpin oleh Warwijk. Sejak saat itu, orang-orang Belanda berlomba-lomba datang ke Indonesia. Terbukanya jalur perdagangan ke Indonesia mengakibatkan munculnya persaingan di antara para pedagang. Persaingan itu terjadi antara sesama pedagang Eropa lainnya. Untuk memenangkan persaingan dagang dengan bagssa Eropa lain maupun dengan sesama bagsa Belanda sendiri, Pemerintah Belanda membentuk persatuan (kongsi) dagang. persatuan dagang Belanda tersebut didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. Namanya ialah Vereenigde Oost indische Compagnie (VOC), artinya Persatuan Dagang Hindia Timur. Tujuannya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya melawan pesaing-pesaignya, baik dari dalam maupun luar Belanda seperti Portugis, Inggris, Spanyol. Untuk kelancaran usaha dagangnya, Pemerintah Belanda memberi hak monopoli kepada VOC untuk:
1) Membuat perjanjian dengan raja-raja
2) Menyatakan perang dan mengadakan perdamaian
3) Membuat senjata dan mendirikan benteng
4) Mencetak Uang
5) Mengangkat dan memberhentikan pegawai
Pieter Both diangakat sebagai Gubernur jenderal VOC yang pertama dan bekedudukan di Ambon. VOC melakuka monopoli perdagangan rempah-rempah. Artinya, rempah-rempah hanya boleh dijual kepada VOC dengan harga yang telah ditentukan dengan VOC. Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal, pusat VOC dipindahkan dari Ambon ke Jayakarta (Jakarta) pada tanggal 31 Mei 1619. Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Alasan pemindahan kantor VOC karena letak Jayakarta dianggap strategis begi pelayaran dan perdagangan. Selain itu, Jayakarta lebih dekat dengan Tanjung Harapan. Sejak bermarkas di Jayakarta, sikap VOC semakin kasar dan mereka mulai menjajah bangsa Indonesia. Akibatnya timbul perlawanan di mana-mana. Walaupun VOC mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia, mereka pada akhirnya dapat menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia. Belanda dengan mudah menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia dengan menjalankan politik adu domba (Devide et Impera). Maksudnya, Belanda mengadu raja-raja dari berbagai kerajaan yang ada di Indonesia untuk saling bermusuhan. Belanda berpura-pura membela salah satu dari kerajaan yang berselisih, dengan syarat kerajaan tersebut harus tunduk kepada Belanda. menjelang abad ke-19, keadaan keuangan VOC semakin memburuk, sehingga VOC mengalami kebangkrutan. Akibatnya pada tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan. Kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda.
Pada akhir abad ke-18, terjadi perubahan politik di Eropa. Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte (kaisar Prancis) berhasil menaklukan Belanda. Napoleon kemudian mengubah bentuk negara Belanda dari republik menjadi kerajaan. Sebagai Gubernur Jenderal Belanda di Indonesia, Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels. Tujuannya adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan dari Inggris. Untuk memperkuat pertahanan di Pulau Jawa, Daendels memerintahkan pembuatan jalan raya yang sangat panjang. Tujuannya untuk mempercepat pergerakan pasukan Belanda jika terjadi peperangan. Jalan raya itu terbentang dari Anyer (Banten) samapai Panarukan (Jawa Timur). Untuk mempercepat pembuatan jalan raya itu, Daendels memerintahkan rakyat Indonesia bekerja tanpa upah. Siapa yang membangkang akan disiksa. Rakyat Indonesia yang miskin dan melarat semakin menderita dengan adanya kerja paksa tersebut. Akibatnya, tidak sedikit bangsa Indonesia yang menjadi korban. Mereka banyak yang mati kelaparan dan terserang penyakit malaria. Kerja paksa ini disebut rodi. Tindakan Daendels tersebut membuat hubungannya dengan penguasa pribumi menjadi renggang. Salah seorang pribumi yang menentang Daendels ialah Pangeran Kusumadinata dari Sumedang, Jawa Barat. Beliau tidak rela melihat rakyat Sumedang yang ikut kerja paksa itu menjadi korban. Kekejaman yang dilakukan Gubernur Jenderal Daendels terhadap rakyat Indonesia akhirnya didengar Napoleon. Pada tahun 1811, Daendels dipanggil lagi ke negeri Belanda dan digantikan oleh Jansen.
Pada tahun 1830, Johannes van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal menggatikan Van Der Capellen. Ia diberi tugas mencari uang guna mengisi kas negara Belanda yang sudah kosong akibat perang. Van den Bosch memberlakukan tanam paksa (Cultuurstelsel). Pemerintah Belanda mengerahkan tenaga rakyat untuk menanam tanaman yang hasilnya dapat dijual di pasaran dunia. Misalnya teh. kopi, tembakau, tebu dan lain-lain. sebenarnya. rakyat Indonesia tidak akan merasa sengsara kalau peraturan tanam paksa dijalankan dengan benar. Tetapi dalam pelaksanaanya, tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Pihak Belanda semakin bertindak sewenag-wenagnya. Hasil tanaman rakyat dibayar dengan harga sangat murah. Tanam paksa menimbulkan penderitaan bagi rakyat. Beban yang harus dialami rakyat semakin berat. Hasil pertanian semakin turun. Bencana kelaparan terjadi dimana-mana. Tidak sedikit rakyat Indonesia yang mati kelaparan. Sebaliknya sistem tanam paksa ini sangat menguntungkan Belanda. Kas negara yang tadinya kosong kini terisi kembali. Semua hasil tanam paksa di angkut ke Belanda.
Aturan tanam paksa tersebut sebagai berikut:
1) Penduduk Wajib menyediakan seperlima dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di passaran Eropa.
2) Tanah yang dipakai untuk tanaman wajib tanam ini dibebaskan dari pajak tanah.
3) Hasil tanaman wajib tanam itu harus diserahkan kepada pemerintah belanda.
4) Kerusakan-kerusakan yang tidak dapat dicegah oleh petani menjadi tanggungan pemerintah.
5) Pekerajaan yang dilakukan untuk menanam tanaman wajib tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
6) Mereka yang bukan petani harus bekerja 66 hari dalam setahun untuk pemerintah Belanda
Akibat pelaksanaan tanam paksa, penderitaan yang dialami bangsa indonesia semakin bertambah. kemiskinan dan kelaparan selalu mengancam. Ternyata, ada juga orang Belanda yang tidak senang dengan diberlkukannya tanam paksa, Di antara bangsa Belanda yang menentang tanam paksa ilalah Edward Douwes Dekker dan Van Hoevel. Edward Douwes Dekker, mantan asisten Residen Lebak, mengecam tanam paksa ini melalui bukunya yang berjudul Max Havelaar. Dalam buku itu, Douwes Dekker memakai nama samaran Multatuli. Dalam buku Max Havelaar diceritakan tentang penderitaan rakyat Indonesia akibat pelaksanaan tanam paksa. Selama 31 tahun bangsa indonesia mengalami keterbelakangan dan kebodohan.
Untuk itu Multatuli alias Douwes Dekker mendesak pemerintah Belanda agar tanam paksa segera dihapuskan. Akhirnya setelah melalui perdebatan seru di parlemen Belanda, tanam paksa mulai dihapuskan secara bertahap.
2. Pendudukan Jepang di Indonesia
Pada tanggal 8 Desember 1941, armada angkatan laut Jepang menyerang pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour (Kepulan Hawaii). Setelah penyerangan tersebut, Jepang menyatakan perang terhadap Amerika Serikat. Pada waktu itu, Belanda merupakan sekutu Amerika Serikat. Sebagai rasa setia kawan, Belanda pun menyatakan perang terhadap Jepang. Pernyataan itulah yang dijadikan alasan Jepang untuk menyerang Indonesia. Akibatnya pecahlah perang Asia Timur Raya. Dalam waktu singkat, pasukan Jepang menyerbu dan menduduki Filipina, Burma (sekarang Myanmar), Malaya, Singapura, dan Indonesia. Serbuan Jepang tanggal 26 Desember 1941 berhasil melumpuhkan pertahanan Hindia Belanda di Indonesia. Pasukan Jepang berhasil menghancurkan pangkalan dan pertahanan udara Hindia Bekanda di Tondano, Sulawesi Utara. Pada tanggal 10-11 Januari 1942, pasukan Jepang mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur. Pada tanggal 23 Januari 1942, Jepang menduduki Balikpapan, juga di Kalimantan Timur. Selanjutnya tanggal 14 Februari 1942 giliran Palembang, Sumatera Selatan jatuh ke tangan Jepang. Pada tanggal 16 Februari 1942, Plaju, Sumatera Selatan juga berhasil dikuasai Jepang. Kota-kota yang diduduki dan dikuasai Jepang tersebut adalah kota penghasil minyak bumi. Setelah itu, Perhatian Jepang diarahkan ke Pulau Jawa. Pada tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang berhasil mendarat secara serempak di tiga tempat Pulau Jawa, yaitu di sekitar Merak dan Teluk Banten, di sekitar Eretan Wetan, Cirebon, dan di Desa Krangan, Sebelah timur Pasuruan, Jawa Timur. Penyerangan Jepang ke Pulau Jawa ini dipimpin oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Jakarta dapat diduduki dan dikuasai Jepang pada tanggal 5 Maret 1942 sehingga pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Panglima angkatan perang Hindia Belanda, Letnan Jenderal Ter Poorten, atas nama seluruh Angkatan Perang Sekutu, akhirnya menyerah tanpa syarat pada Angkatan Perang Jepang yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yaitu Tjarda van Stakenborgh Stachouwer menyerahkan pemerintah Hindia Belanda kepada Jepang. Upacara penyerahan itu berlangsung di Kalijati (dekat Subang), Jawa Barat. Dengan penyerahan Belanda tanpa syarat tersebut, berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia.
Kedatangan tentara Jepang yang berhasil mengalahkan Belanda semula disambut dengan tangan terbuka oleh bangsa Indonesia. Di mana-mana tentara Jepang disambut sebagai tentara yang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Orang-orang Jepang mempergunakan kesempatan ini sebagai alat propaganda agar rakyat Indonesia mau membantu Jepang. Tentara Jepang sangat pandai memikat hati rakyat Indonesia dengan megumbar janji dan harapan. Rakyat Indonesia dihasut agar memusuhi bangsa Belanda. Tentara Jepang berhasil menarik simpati rakyat indonesia. Bangsa Indonesia sudah bosan dengan penindasan Belanda yang sudah berlangsung selama tiga setengah abad. Tentara Jepang menyerbu dan mengusir Belanda dari indonesia tidak semata-mata dengan tujuan jujur membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Jepang mempunyai tujuan tersembunyi, yakni menguasai Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa Jepang ingin meguasai Indonesia yaitu:
1) Indonesia kaya akan bahan mentah seperti minyak bumi, batu bara, dan lainnya
2) Indonesia kaya akan hasil pertanian dan perkebunan, seperti beras, karet, kapas, jagung, dan rempah-rempah
3) Indonesia memiliki tenaga manusia dalam jumlah banyak sebagai tenaga kerja.
Para pemimpin Jepang sadar, tanpa bantuan rakyat Indonesia, apa yang diharapkan Jepang tidak akan berhasil. Oleh karena itu, Jepang berusaha menarik simpati rakyat Indonesia, terutama para pemimpin pergerakan nasionalnya. ada tiga cara Jepang dalam meraih simpati rakyat yaitu:
1) Bendera merah putih diizinkan berkibar di Indonesia
2) Rakyat Indonesia diperbolehkan menyanyikan lagu ''Indonesia Raya'' ciptaan Wage Rudolf Supratman
3) Bahasa Indonesia boleh dipakai sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, menggantikan bahsa Belanda
pada mulanya, kedatangan tentara Jepang disambut gembira oleh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia berharap, dengan kedatangan Jepang, bangsa Indonesia terlepas dari penderitaan yang dialami selama penjajahan Belanda. Akan tetapi, semakin lama semakin terasa betapa kejamnya Jepang. Bahkan, tentara Jepang lebih kejam daripada bangsa Belanda. Selain itu, bangsa Jepang sangat tamak. Semua hasil bumi Indonesia diambil. Akibatnya, para petani tidak mempunyai beras untuk dimakan. Seluruh panen padi diambil secara paksa oleh Jepang. Rakyat Indonesia semakin menderita. Beras, jagung, ketela atau singkong, telur, bahkan ternak milik petani, semua diambil secara paksa oleh jepang untuk memenuhi kebutuhan tentara Jepang sendiri. Penderitaan rakyat Indonesia semakin lengkap karena tidak tersedianya obat-obatan. Rakyat mudah terserang penyakit seperti tipus, kolera, disentri, malaria, dan lain-lain. Banyak rakyat yang mati kelaparan maupun karena sakit yang tak terobati. Rakyat indonesia tidak hanya kekurangan makanan dan obat-obatan, tetapi juga pakaian. Biarpun ada uang untuk membeli, tetapi bahan pakaian banyak tidak dijual. Akibatnya, rakyat memakai pakaian compang-camping dan penuh tambalan. Tidak sedikit pula yang memakai pakaian dari karung goni, karet lempengan, atau daun rumbia. Untuk memperlancar percapaian dalam tujuan dalam peperangan, Jepang mengerahkan tenaga rakyat sebagai tenaga kerja. Rakyat dipaksa mengerjakan pekerjaan berat seperti, membuat jalan raya, jembatan, benteng pertahanan, lapangan udara, dan lain-lain. Kerja paksa pada zaman Jepang ini disebut Romusha. Akibat Romusha, nasib bagsa Indonesia semakin menderita. Tenaga kerja Romusha tidak hanya dipekerjakan di dalam negeri, tetapi bahkan dikirim ke luar negeri sebagai tenaga kerja di perkebunan. Ada yang dikirim ke Vietnam, Burma (Myanmar), Thailand, Malaya (Malaysia). Nasib mereka sangat memprihatinkan. Mreka harus bekerja keras tanpa menerima upah. Bagi yang membantah akan disiksa. Selain itu, saat kerja paksa para Romusha sering terancam serangan udara dari sekutu dan terancam mati karena kelaparan dan malaria. Pekerjaan mereka sangat berat sedangkan makanan dan kesehatan mereka tidak diperhatikan, mereka tinggal dan tidur di barak-barak yang kotor. Akibat segala penderitaan tersebut, para Romusha banyak yang tewas.
Organisasi-organisasi Bentukan Jepang
A. Gerakan Tiga A
Mula-mula Jepang mendirikan perkumpulan bagi rakyat. Organisasi pertama dibentuk ialah Gerakan Tiga A. Semboyan Gerakan Tiga A adalah:
1) Jepang Pemimpin Asia
2) Jepang Pelindung Asa
3) Jepang Cahaya Asia
Gerakan Tiga A didirikan pada bulan Maret 1942 sebagai bagian dari propaganda (sedenbu) Jepang. Pelopor Gerakan Tiga A ialah Shimizu Hitoshi. Ketua Gerakan Tiga A dipercayakan kepada Mr. Syamsudin yang dibantu oleh beberapa orang bekas tokoh Parindra (Partai Indonesia Raya), seperti K. Sutan pamuntjak dan Muhammad Saleh. Gerakan Tiga A bukanlah gerakan kebangsaan Indonesia. Gerakan ini lahir semata-mata untuk menarik simpati rakyat Indonesia agar mau membantu Jepang. Gerakan ini kurang mendapat perhatian karena bukan gerakan Kebangsaan Indonesia. Oleh karena kurang berhasil menggerakan rakyat, Gerakan ini dibubarkan.
B. Organisasi Islam
1) Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI)
Organisasi ini sebenaryna bukan murni bentukan Jepang. Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) didirikan oleh K. H Mas Mansyur pada tahun 1937 di Surabaya. Pada bulan Mei 1942, MIAI dihidupkan kembali oleh Pemerintah Jepang. Usaha ini mendapat simpati dari umat islam Indonesia.
2) Majelis syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI)
Pada bulan Oktober 1943, MIAI secara resmi dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuklah organisasi Islam baru, yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI). Organisasi ini secara resmi didirikan pada tanggal 22 November 1943. Ketuanya, adalah K. H Hasjim Asj'ari, dibantu oleh K. H. Mas Mansyur dan K. H. Farid Ma'ruf. pemerintah Jepang memberi kebebasan kepada pemuda-pemuda Islam untuk membentuk laskar-laskar muslim Indonesia. Mereka diberikan latihan militer oleh Jepang. Laskar Islam itu antara lain laskar Hisbullah, laskar Fisabilillah, dan lain-lain.
C. Poesat Tenaga Rakjat (POETRA)
Pada 1 Maret 1943, dibentuklah sebuah organisasi baru yang diberi nama Poesat Tenaga Rakjat (POETRA). Organisasi ini dipimpin oleh tokoh-tokoh pergerakan Kebagsaan Indonesia. Para pemimpin Poesat Tenaga Rakjat ialah Ir. Soekarno (Bung Karno), Drs. Moh. Hatta, Ki hajar Dewantara, dan K. H. Mas Mansyur. Di dalam Poesat Tenaga Rakjat, bangsa Indonesia dan pemerintah Jepang sama-sama mempunyai kepentingan. Bagi Jepang, pembentukan Poetra bertujuan untuk memusatkan seluruh kekuatan rakyat Indonesia dalam rangka membantu usaha Jepang melawan sekutu. Sebaliknya, Bung Karno, Bung Hatta, serta tokoh Indonesia lainnya berusaha memanfaatkan Poetra sebagai tempat untuk mengobarkan semangat Kemerdekaan Indonesia. Tentara Jepang mulai curiga terhadap Poetra karena kegiatannya lebih banyak usaha persiapan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, pemerintah Jepang merasa tidak puas terhadap Poetra. Empat orang tokoh Poetra yaitu, Bung Karno, Bung Hatta, Ki hajar Dewantara, K. H. Mas Mansyur, dianggap sebagai lambang gerakan nasional menuju Indonesia merdeka oleh Jepang, sehingga tahun 1944, didirikanlah sebuah organisasi baru bernama Jawa Hokokai atau kebaktian Jawa. Organisasi ini dipimpin langsung oleh orang Jepang. Salah satu tugas Jawa Hokokai adalah mengerahkan tenaga rakyat indonesia sebagai kerja paksaa (Romusha). Para Romusha ini dipaksa membuat kubu-kubu pertahanan, lubang perlindungan, lapangan udara, dan lain-lain untuk kepentingan perang Jepang.
D. Heiho (pembantu prajurit)
Angkatan Perang Sekutu dibawah pimpinan Amerika Serikat, tetap melakukan serangan terhadap Jepang. Untuk menahan serta menghambat kemajuan angkatan perang sekutu, tentara Jepang sangat membutuhkan bantuan dan dukungan rakyat Indonesia. Dalam pidatonya, Perdana Menteri Jepang, Hideki Tojo, mengumumkan bahwa rakyat Indonesia diberi kesempatan ikut serta dalam kegiatan politik dan pemerintahan. Karena keaadan perang semakin gawat, tentara Jepang membuka kesempatan bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang.Tentara Jepang lalu membentuk Heho (pembantu prajurit). Untuk angkatan Darat disebut Rikugun Heiho, Sedangkan untuk angkatan laut disebut Kaigun Heiho. Para calon prajurit Heiho diberi pelatihan dasar kemiliteran. Tempat pelatihan militer tersebut adalah di Tanggerang, Banten. Setelah memperoleh pelatihan militer, perajurit Heiho dikirim ke medan pertempuran, seperti ke Morotai (Maluku), Irian, dan lain-lain. Bagi pejuang Indonesia, hasil pelatihan militer tersebut sangat berguna. Dari pelatihan ini pemuda-pemuda Indonesia memperoleh pengetahuan baris-berbaris, menggunakan senjata, siasat perang, dan sebagainya. Jepang juda membentuk keibodan (barisan pembantu polisi), seinendan (barisan pemuda), yoshi seinendan (barisan pemuda), Fujinkai (perhimpunan wanita). Mereka semua diberi pelatihan militer ringan.
E. PETA (Pembela tanah air)
Serangan tentara sekutu terhadap Jepang semakin gencar. Tentara Jepang di Indonesia merasa khawatir apabila tentara sekutu menyerang Indonesia. Oleh karena itu, semakin banyak pemuda Indonesia dilatih kemiliteran oleh Jepang. Tujuannya adalah untuk membantu Jepang dalam melawan sekutu. Pada tanggal 7 September 1943, Gatot Mangkupraja, seorang tokoh pergerakan nasional, mengajukan usul kepada pemerintah Jepang agar dibentuk sebuah tenntaraa sukarela pembela tanah air yang seluruh anggotannya terdiri atas orang-orang Indonesia. Usulan iini mendapat sambutan hangat dari seluruh rakyat Indonesisa. Bung Karno ddan Bung Hatta sangat mendukung cita-cita itu. Indonesia yang akan kelak merdeka sangat membutuhkan tenaga yang mahir dan terampil di bidang kemiliteran. Indonesia yang akan kelak merdeka sangat membutuhkan tentara yang kuat sebagai tulang punggung negara. Pada tanggal 3 Oktober 1943, Tentara Jepang mengumumkan pembentukan tentara Pembela Tanah Air (PETA). para pemuda Indonesia pun segera mendaftarkan diri sebagai anggota PETA. Para pemuda tersebut mendapat pelatihan militer yang dipusatkan di Bogor, Jawa Barat. Berbeda dengan Heiho yang dikirim ke daerah-daerah pertempuran, tentara PETA hanya diperuntukkan bagi pertahanan daerah masin-masing. Di dalam PETA ada lima jenis jabatan, yaitu daidancho (komandan batalion), Cudancho (komandan kompi), Shodanco (komandan peleton), Budancho (komandan regu), Giyuhei (prajurit sukarela). Tujuan pembentukan tentara PETA ialah untuk mempertahankan Indonesia jika ada serangan sekutu.
PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP JEPANG
1) Perlawanan rakyat Aceh, 10 November 1942 di Cot plieng Bayu, dekat Lhokseumawe, dipimpin oleh Teuku Abdul Jalil beserta pengikutnya di Blong Gampong Teungah. Teuku Abdul Jalil beserta 19 orang pengikutnya tewas, sedangkan 5 orang lainnya tertangkap.
2) Perlawanan Rakyat Biak, Irian, tahun 1943.
3) Perlawanan rakyat Pontianak, Kalimantan Barat, 16 Oktober 1944. Untuk mengenang jasa beribu-ribu orang yang di bunuh secara kejam oleh Jepang. dibangun sebuah monumen yang diberi nama Monumen Mandor atau Pemakaman Mandor.
4) Perlawanan bersenjata bermotifkan agama terjadi di Singaparna, Desa Sukamah, dekat Tasikmalaya Jawa Barat. perlawanan tersebut terjadi pada bulan Februari tahun 1944 dipimpin oleh K. H. Zaenal Mustafa.
5) Pemberontakan PETA di Blitar pada tanggal 14 Februari 1945, tentara PETA di Blitar melakukan pemberontakan. Pemberontakan itu dipimpin oleh Shodanco Supriyadi.
Legenda Pulo Kemaro adalah sebuah legenda yang mengisahkan
asal mula terjadinya Pulau Kemaro di daerah Palembang, Sumatra Selatan, Indonesia. Menurut
cerita, pulau tersebut merupakan penjelmaan Siti Fatimah putri Raja Sriwijaya
yang menceburkan diri ke Sungai Musi hingga tewas. Peristiwa tewasnya putra
Raja Sriwijaya tersebut disebabkan oleh tindakan ceroboh yang dilakukan oleh
kekasihnya bernama Tan Bun Ann, putra Raja Negeri Cina. Kecerobohan apa yang
telah dilakukan oleh Tan Bun Ann? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Legenda
Pulo Kemaro berikut ini.
Alkisah, di daerah Sumatra Selatan, tersebutlah seorang raja yang bertahta di Kerajaan Sriwijaya. Raja tersebut mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Siti Fatimah. Selain cantik, ia juga berperangai baik. Sopan-santun dan tutur bahasanya yang lembut mencerminkan sifat seorang putri raja. Kecantikan dan keelokan perangainya mengundang decak kagum para pemuda di Negeri Palembang. Namun, tak seorang pun pemuda yang berani meminangnya, karena kedua orang tuanya menginginkan ia menikah dengan putra raja yang kaya raya.
Alkisah, di daerah Sumatra Selatan, tersebutlah seorang raja yang bertahta di Kerajaan Sriwijaya. Raja tersebut mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Siti Fatimah. Selain cantik, ia juga berperangai baik. Sopan-santun dan tutur bahasanya yang lembut mencerminkan sifat seorang putri raja. Kecantikan dan keelokan perangainya mengundang decak kagum para pemuda di Negeri Palembang. Namun, tak seorang pun pemuda yang berani meminangnya, karena kedua orang tuanya menginginkan ia menikah dengan putra raja yang kaya raya.
Pada suatu hari, datanglah seorang putra raja dari Negeri
Cina bernama Tan Bun Ann untuk berniaga di Negeri Palembang. Putra Raja Cina
itu berniat untuk tinggal beberapa lama di negeri itu, karena ia ingin
mengembangkan usahanya. Sebagai seorang pendatang, Tan Bun Ann datang menghadap
kepada Raja Sriwijaya untuk memberitahukan maksud kedatangannya ke negeri itu.
“Ampun, Baginda! Nama hamba Tan Bun Ann, putra raja dari
Negeri Cina. Jika diperkenankan, hamba bermaksud tinggal di negeri ini dalam
waktu beberapa lama untuk berniaga,” kata Tan Bun Ann sambil memberi hormat.
“Baiklah, Anak Muda! Aku perkenankan kamu tinggal di negeri
ini, tapi dengan syarat kamu harus menyerahkan sebagian untung yang kamu
peroleh kepada kerajaan,” pinta Raja Sriwijaya.
Tan Bun Ann pun menyanggupi permintaan Raja Sriwijaya. Sejak
itu, setiap minggu ia pergi ke istana untuk menyerahkan sebagian keuntungan
dagangannya. Suatu ketika, ia bertemu dengan Siti Fatimah di istana. Sejak
pertama kali melihat wajah Siti Fatimah, Tan Bun Ann langsung jatuh hati.
Demikian sebaliknya, Siti Fatimah pun menaruh hati kepadanya. Akhirnya, mereka
pun menjalin hubungan kasih. Karena merasa cocok dengan Siti Fatimah, Tan Bun
Ann pun berniat untuk menikahinya.
Pada suatu hari, Tan Bun Ann pergi menghadap Raja Sriwijaya
untuk melamar Siti Fatimah.
“Ampun, Baginda! Hamba datang menghadap kepada Baginda untuk
meminta restu. Jika diperkenankan, hamba ingin menikahi putri Baginda, Siti
Fatimah,” ungkap Tan Bun Ann.
Raja Sriwijaya terdiam sejenak. Ia berpikir bahwa Tan Bun
Ann adalah seorang putra Raja Cina yang kaya raya.
“Baiklah, Tan Bun! Aku merestuimu menikah dengan putriku
dengan satu syarat,” kata Raja Sriwijaya.
“Apakah syarat itu, Baginda?” tanya Tan Bun Ann penasaran.
“Kamu harus menyediakan sembilan guci berisi emas,” jawab
Raja Sriwijaya.
Tanpa berpikir panjang, Tan Bun Ann pun bersedia memenuhi
syarat itu.
“Baiklah, Baginda! Hamba akan memenuhi syarat itu,” kata Tan
Bun Ann.
Tan Bun Ann pun segera mengirim utusan ke Negeri Cina untuk
menyampaikan surat kepada kedua orang tuanya. Selang beberapa waktu, utusan itu
kembali membawa surat balasan kepada Tan Bun Ann. Surat balasan dari kedua
orang tuanya itu berisi restu atas pernikahan mereka dan sekaligus permintaan
maaf, karena tidak bisa menghadiri pesta pernikahan mereka. Namun, sebagai tanda
kasih sayang kepadanya, kedua orang tuanya mengirim sembilan guci berisi emas.
Demi keamanan dan keselamatan guci-guci yang berisi emas tersebut dari bajak
laut, mereka melapisinya dengan sayur sawi tanpa sepengetahuan Tan Bun Ann.
Saat mengetahui rombongan utusannya telah kembali, Tan Bun
Ann dan Siti Fatimah bersama keluarganya serta seorang dayang setianya segera
berangkat ke dermaga di Muara Sungai Musi untuk memeriksa isi kesembilan guci
tersebut. Setibanya di dermaga, Tan Bun Ann segera memerintahkan kepada
utusannya untuk menunjukkan guci-guci tersebut.
“Mana guci-guci yang berisi emas itu?” tanya Tan Bun Ann
kepada salah seorang utusannya.
“Kami menyimpannya di dalam kamar kapal, Tuan!” jawab utusan
itu seraya menuju ke kamar kapal tempat guci-guci tersebut disimpan.
Setelah utusan itu mengeluarkan kesembilan guci tersebut
dari kamar kapal, Tan Bun Ann segera memeriksa isinya satu persatu. Betapa
terkejutnya ia setelah melihat guci itu hanya berisi sayur sawi yang sudah
membusuk.
“Oh, betapa malunya aku pada calon mertuaku. Tentu mereka
akan merasa diremehkan dengan barang busuk dan berbau ini,” kata Tan Bun Ann
dalam hati dengan perasaan kecewa seraya membuang guci itu ke Sungai Musi.
Dengan penuh harapan, Tan Bun Ann segera membuka guci yang
lainnya. Namun, harapan hanya tinggal harapan. Setelah membuka guci-guci
tersebut ternyata semuanya berisi sayur sawi yang sudah membusuk. Bertambah
kecewalah hati putra Raja Cina itu. Dengan perasaan kesal, ia segera
melemparkan guci-guci tersebut ke Sungai Musi satu persatu tanpa memeriksanya
terlebih dahulu. Ketika ia hendak melemparkan guci yang terakhir ke sungai,
tiba-tiba kakinya tersandung sehingga guci itu jatuh ke lantai kapal dan pecah.
Betapa terkejutnya ia saat melihat emas-emas batangan terhambur keluar dari
guci itu. Rupanya di bawah sawi-sawi yang telah membusuk tersebut tersimpan
emas batangan. Ia bersama seorang pengawal setianya segera mencebur ke Sungai
Musi hendak mengambil guci-guci yang berisi emas tersebut.
Melihat hal itu, Siti Fatimah segera berlari ke pinggir
kapal hendak melihat keadaan calon suaminya. Dengan perasaan cemas, ia menunggu
calon suaminya itu muncul di permukaan air sungai. Karena orang yang sangat
dicintainya itu tidak juga muncul, akhirnya Siti Fatimah bersama dayangnya yang
setia ikut mencebur ke sungai untuk mencari pangeran dari Negeri Cina itu.
Sebelum mencebur ke sungai, ia berpesan kepada orang yang ada di atas kapal
itu.
“Jika ada tumpukan tanah di tepian sungai ini, berarti itu
kuburan saya,” demikian pesan Siti Fatimah.
Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, muncullah tumpukan
tanah di tepi Sungai Musi. Lama kelamaan tumpukan itu menjadi sebuah pulau.
Masyarakat setempat menyebutnya Pulo Kemaro. Pulo Kemaro dalam bahasa
Indonesia berarti Pulau Kemarau. Dinamakan demikian, karena pulau tersebut
tidak pernah digenangi air walaupun volume air di Sungai Musi sedang meningkat.
Demikianlah Legenda Pulo Kemaro dari daerah Palembang, Sumatra Selatan. Pulau Kemaro yang terletak sekitar lima kilo meter di sebelah timur Kota Palembang ini memiliki luas kurang lebih 24 hektar. Kini, Pulau Kemaro menjadi salah satu obyek wisata menarik, khususnya wisata budaya dan religius, di Palembang. Setiap perayaan Cap Go Meh (15 hari setelah Imlek) ribuan masyarakat Cina (baik dari dalam maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Cina) datang berkunjung ke Pulau Kemaro untuk melakukan sembahyang atau berziarah. Di pulau itu terdapat sebuah kuil sebagai tempat peribadatan, dan di dalamnya terdapat gundukan tanah yang diyakini makam Siti Fatimah, dan dua gundukan tanah yang agak kecil yang diyakini makam pengawal Tan Bun Ann dan makam dayang Siti Fatimah.
Demikianlah Legenda Pulo Kemaro dari daerah Palembang, Sumatra Selatan. Pulau Kemaro yang terletak sekitar lima kilo meter di sebelah timur Kota Palembang ini memiliki luas kurang lebih 24 hektar. Kini, Pulau Kemaro menjadi salah satu obyek wisata menarik, khususnya wisata budaya dan religius, di Palembang. Setiap perayaan Cap Go Meh (15 hari setelah Imlek) ribuan masyarakat Cina (baik dari dalam maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Cina) datang berkunjung ke Pulau Kemaro untuk melakukan sembahyang atau berziarah. Di pulau itu terdapat sebuah kuil sebagai tempat peribadatan, dan di dalamnya terdapat gundukan tanah yang diyakini makam Siti Fatimah, dan dua gundukan tanah yang agak kecil yang diyakini makam pengawal Tan Bun Ann dan makam dayang Siti Fatimah.
Di Pulau Kemaro juga terdapat sebuah pohon langka yang
disebut “Pohon Cinta”, yang dilambangkan sebagai ritus “cinta sejati” antara
dua bangsa dan budaya berbeda pada zaman dahulu, yaitu antara Siti Fatimah dari
Negeri Palembang dan Tan Bun Ann dari Negeri Cina. Konon, jika pasangan
muda-mudi yang sedang menjalin hubungan kasih mengukir nama mereka di pohon
itu, maka cinta mereka akan berlanjut sampai ke pelaminan. Itulah sebabnya,
pulau ini disebut juga “Pulau Jodoh”.
Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah
bahwa sikap ketergesa-gesaan dapat membuat seseorang kurang teliti dalam
melakukan sesuatu, sehingga pekerjaan atau masalah yang dihadapinya tidak mampu
diselesaikannya. Hal ini ditunjukkan oleh sikap Tan Bun Ann yang karena tidak
ketidaksabarannya ingin menunjukkan emas tersebut kepada Raja Sriwijaya,
sehingga membuatnya kurang teliti ketika memeriksa guci-guci tersebut.
Akibatnya, guci-guci yang berisi emas batangan tersebut dibuangnya ke sungai,
yang pada akhirnya menyebabkan ia tenggelam dan tewas.