PEMBAHASAN SILA PERTAMA
KETUHANAN YANG MAHA ESA
Diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Kelpin Dwi Amanda 01010582024138
Kelas II
A6
Dosen Pengampuh
Dra. Hj. Yulia Djahir, M.M.
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI
D3 AKUNTANSI
PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat
Allah S.W.T. karena atas ridho-Nyalah Makalah Pendidikan Pancasila yang kami
beri judul ” Pembahasan Sila
Pertama : Ketuhanan yang Maha Esa” dapat diselesaikan.
Makalah ini kami susun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila.
Ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kami ucapkan kepada :
1. Orang Tua kami yang telah memberi
semangat, baik moril maupun materiil.
2. Dosen Pengajar Mata Kuliah Pendidikan
Pancasila, ibu Dra. Hj. Yulia Djahir, M.M.
3. Rekan-rekan se-almameter.
Kami sadar bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak terdapat keku-rangan, baik dari isi maupun
cara penulisannya. Hali ini disebabkan oleh keterbatasan wawasan pengetahuan
yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.
Atas segala bantuan yang telah
diberikan saya mengucapkan terima kasih semoga Allah memberikan balasan yang
setimpal. Mudah-mudahan Allah S.W.T. meridhoi sehingga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Palembang, 1 Maret 2021
1.1.1. Arti Penting Keberadaan Pancasila
1.1.2. Nilai – Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam UUD 1945
1.1.3. Butir-Butir Pancasila Sila Pertama
1.2.1. Kontroversi Pancasila Ditinjau Dari Sila Ketuhanan YME
1.2.3. Kasus Penistaan Agama di Kota Sukabumi
2. Pemahaman dan Pelanggaran Terhadap Pancasila
2.2. Kasus Penistaan Agama di Kota Sukabumi
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Pancasila adalah
dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan
batang tubuh UUD 1945.
Pancasila merupakan pandangan
hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa
begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi
ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa
Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat,
kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak
harus dipersatukan.
Sejarah Pancasila adalah
bagian dari sejarah inti negara Indonesia. Sehingga tidak heran bagi sebagian
rakyat Indonesia, Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang harus
kita hafalkan dan mematuhi apa yang diatur di dalamnya. Ada pula sebagian pihak
yang sudah hampir tidak mempedulikan lagi semua aturan-aturan yang dimiliki
oleh Pancasila. Namun, di lain pihak muncul orang-orang yang tidak sepihak atau
menolak akan adanya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
1.1.1.
Arti Penting Keberadaan Pancasila
Pancasila sebagai
dasar negara memang sudah final. Menggugat Pancasila hanya akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan timbul chaos (kesalahan) yang
memecah-belah eksistensi negara kesatuan. Akhirnya Indonesia a-kan tercecer
menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya
maka penerapan hukum-hukum agama (juga hukum-hukum adat) dalam sistem hukum
negara menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang awalnya merupakan
kumpulan Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat kebutuhan akan hal
ini. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-suku itu
harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan
suku.
1.1.2.
Nilai – Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam UUD 1945
Sila
ke – 1 Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung
makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan
alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa
yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan
Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selainNya adalah terbatas.
Dalam memahami dan mengamalkan
sila Ketuhanan Yang Maha Esa tak dapat dikotak – kotakkan dengan keempat sila lainnya karena Hakikat manusia sebagai mahluk Tuhan yang
Maha Esa (sebagai sebab) (hakikat sila I
dan II) yang membentuk persatuan mendirikan negara dan persatuan manusia
dalam suatu wilayah disebut rakyat (hakikat
sila III dan IV) dan yang ingin mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu
keadilan dalam suatu persekutuan hidup masyarakat negara (keadilan sosial) (hakikat sila V).
Negara Indonesia didirikan atas landasan
moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai
konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk
memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti
pengertiannya terkandung dalam:
a. Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang
antara lain berbunyi:
“Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa .... “
Dari
bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler. Sekaligus menunjukkan
bahwa negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang didirikan
atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.
b. Pasal 29 UUD 1945
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa;
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya.
Makna
sila ini adalah :
·
Percaya dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
·
Hormat dan menghormati serta
bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut penganut kepercayaan yang
berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
·
Saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
·
Tidak memaksakan suatu agama
atau kepercayaannya kepada orang lain.
Oleh karena itu di dalam negara
Indonesia tidak boleh ada pertentangan da-lam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan
sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama.
Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya
diwujudkan dan dihidup suburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas – batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar
terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama.
Untuk senantiasa memelihra dan
mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi :
1. Kerukunan hidup antar umat seagama
2. Kerukunan hidup antar umat beragam
3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan
Pemerintah.
Tri
kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa.
Di dalam memahami sila I Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama
senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama
masing-masing untuk menaati norma – norma kehidupan beragama yang dianutnya.
Sebagai
negara yang bermayoritas penduduk agama Islam, Pancasila sendiri yang sebagai
dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertuang dalam
sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang pada
awalnya berbunyi “… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi
pemeluknya” yang sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Namun
dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan sampai sekarang yaitu
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan Piagam Jakarta tersebut,
karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika penerapan syariat Islam
diterapkan secara tidak langsung namun pasti akan menjadikan Indonesia sebagai
negara Islam dan secara “fair” hal tersebut dapat memojokkan umat beragama
lain. Yang lebih buruk lagi adalah dapat memicu disintegrasi bangsa terutama
bagi provinsi yang mayoritas beragama nonislam. Karena itulah sampai detik ini
bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang maha esa” yang berarti bahwa
Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun
termasuk juga Kristen, Katolik, Budha dan Hindu sebagai agama resmi negara pada
saat itu.
1.1.3.
Butir-Butir Pancasila Sila
Pertama
Searah dengan perkembangan,
sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabarkan dalam beberapa point penting atau
biasa disebut dengan butir-butir Pancasila. Diantaranya:
v Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya
dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
v Manusia Indonesia percaya dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
v Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama antra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
v Membina kerukunan hidup di antara sesama
umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
v Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa.
v Mengembangkan sikap saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing
v Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami
bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada
pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu dengan agama yang lain.
1.2.
RUMUSAN
MASALAH
1.2.1.
Kontroversi Pancasila
Ditinjau Dari Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai dasar negara RI, Pancasila juga bukanlah
perahan murni dari nilai-nilai yang berkembang di masyarakat Indonesia. Karena
ternyata, sila – sila dalam Pan-casila,
sama persis dengan asas Zionisme dan Freemasonry. Seperti Monoteisme (Ketuhanan
YME), Nasionalisme (Kebangsaan), Humanisme (Kemanusiaan yang adil dan beradab),
Demokrasi (Musyawarah), dan Sosialisme (Keadilan Sosial). Tegas-nya, Bung Karno,
Yamin, dan Soepomo mengadopsi (baca: memaksakan) asas Zionis dan Freemasonry
untuk diterapkan di Indonesia.
Selain alasan di atas, agama – agama yang berlaku di Indonesia tidak hanya Islam,
tetapi ada Kristen Protestan dan Katolik, Hindu, Budha, bahkan Konghucu.
Kesemua agama itu, menganut paham atau konsep bertuhan banyak, bahkan pengikut
animisme. Hanya agama Islam saja yang memiliki konsep Berketuhanan Yang Maha
Esa (Allahu Ahad).
Sejak awal, Pancasila agaknya
tidak dimaksudkan sebagai alat pemersatu, apalagi untuk mengakomodir ke Bhinekaan
yang menjadi ciri bangsa Indonesia. Tetapi untuk menjegal peluang berlakunya
Syari’at Islam. Para nasionalis sekuler, terutama Non Muslim, hingga kini
menjadikan Pancasila sebagai senjata ampuh untuk menjegal Syariat Islam, meski
konsep Ketuhanan yang terdapat dalam Pancasila berbeda dengan konsep bertuhan
banyak yang mereka anut. Mereka lebih sibuk menyerimpung orang Islam yang mau
menjalankan Syariat agamanya, ketimbang dengan gigih memperjuangkan haknya
dalam menjalankan ibadah dan menerapkan ketentuan agamanya. Bagaimana toleransi
bisa dibangun di atas konstruksi filsafat yang meng-hasilkan anarkisme ideologi
seperti ini?
Dalam memperingati hari lahir
Pancasila 4 Juni 2006 di Bandung, muncul sejumlah tokoh nasional berupaya memperalat isu Pancasila
untuk kepentingan zionisme. Celakanya, mereka menggunakan cara yang tidak
cerdas dan manipulatif. Dengan berlandaskan asas Bhineka Tunggal Ika, mereka
memosisikan agama seolah – olah perampas hak dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Segala hal yang berkaitan
dengan agama dianggap membelenggu kebebasan. Kebencian pada agama, pada gilirannya,
menyebabkan parameter kebenaran porak-poranda, kemungkaran akhlak merajalela.
Kesyirikan, aliran sesat, dan perilaku menyesatkan membawa epidemi kerusakan
dan juga bencana.
Anehnya, peristiwa bencana
gempa bumi yang menewaskan lebih dari 6000 jiwa di Jogjakata, 27 Mei 2006,
malah yang disalahkan Islam dan umat Islam. Seorang paranormal mengatakan, “Bencana gempa di Jogjakarta, terjadi akibat pendukung RUU APP yang kian
anarkis.” Lalu, pembakaran kantor Bupati Tuban, cap jempol atau silang darah di
Jatim, yang dilakukan anggota PKB dan PDIP, dan menyatroni aktivis FPI, Majelis
Mujahidin, dan Hizbut Tahrir. Apakah bukan tindakan anarkis? Jangan lupa,
Bupati Bantul, Idham Samawi, yang daerahnya paling banyak korban gempa bumi
berasal dari PDIP.
Tidak itu saja. Upaya
penyeragaman budaya, maupun moral atas nama agama, juga dikritik pedas.
“Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan awal bangsa Indonesia harus
dipertahankan. Masyarakat Indonesia beraneka ragam, sehingga tindakan
menyeragamkan budaya itu tidak dibenarkan,” kata Megawati. Penyeragaman yang
dimaksud, sebagaimana dikatakan Akbar Tanjung, ”Keberagaman itu tidak dirusak dengan memaksakan kehendak. Pihak yang
merongrong Bhineka, adalah kekuatan-kekuatan yang ingin menyeragamkan.”
Padahal, justru Bung Karno
pula orang pertama yang mengkhianati Pancasila. Dengan memaksakan kehendak, ia
berusaha menyeragamkan ideologi, budaya, dan seni. Ideologi NASAKOM
(Nasionalisme, agama, dan komunis) dipaksakan berlaku secara despotis. Demikian
pula, seni yang boleh dipertunjukkan hanya seni gaya Lekra. Sementara yang
berjiwa keagamaan dinyatakan sebagai musuh revolusi. Begitu pun Soeharto,
berusaha menyeragamkan ideologi melalui asas tunggal Pancasila. Hasilnya,
kehancuran.
1.2.2.
Kasus Ahmadiyah
Dari berbagai aliran keagamaan
Islam di Indonesia, Ahmadiyah merupakan kasus yang paling kontroversional. Hal
ini disebabkan oleh tiga faktor utama.
Yang pertama, dari sudut
pandang hukum Islam, Ahmadiyah telah divonis sebagai aliran sesat dan
dinyatakan sebagai kelompok di luar Islam melalui fatwa MUI, dan didukung kuat
oleh kelompok Islam beraliran keras.
Kedua, munculnya sebagian aktivis kemanusiaan yang
menganggap Ahmadiyah sebagai gerakan keagamaan yang melakukan tafsir keagamaan,
yang meskipun berbeda dan bertentangan dengan keyakinan Islam mainstream, tapi
harus dihargai sebagai bentuk keyakinan yang dijamin oleh konstitusi.
Ketiga, di satu sisi, Ahmadiyah merupakan organisasi
yang sah dan resmi secara hukum. Tapi di sisi lain, Ahmadiyah juga dianggap
melanggar undang-undang lain yang populer dengan pasal – pasal penodaan agama. Ketiga faktor inilah yang
saling berbenturan dan seakan masing-masing berusaha mendapatkan simpatik publik.
Puncak titik klimaksnya adalah
pada tragedi Monas pada tanggal 1 Juli 2008, dimana sekelompok orang yang
mengatasnamakan diri mereka Komando Laskar Islam, menyerang kelompok massa
AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan), yang
berbaur dengan massa Ahmadiyah. Insiden ini sempat menjadi Headline di
beberapa media cetak maupun elektronik. Insiden ini berujung pada ditangkapnya
beberapa anggota FPI (Front Pembela Islam), yang diyakini sebagai motor penggerak dalam penyerangan tersebut.
Dari segi keamanan sendiri,
Ahmadiyah sebenarnya tidak bermasalah. Perso-alan muncul justru dari penentang
Ahmadiyah, yang cenderung bersikap anarkis, sehingga perhatian publik tidak
hanya tertuju pada penyimpangan Ahmadiyah, tetapi juga kosekuensi yang muncul
akibat penentangan yang bersifat anarkis itu.
1.2.3.
Kasus Penistaan Agama di Kota Sukabumi
Perkembangan teknologi pada
zaman sekarang memang sudah sangat pesat, baik itu dibidang informasi dan ilmu
pengetahuan. Akan tetapi
semua itu pasti ada dampak positif dan negatif. Terlebih dalam menggunakan
media sosial yang semua orang bebas memposting atau mendapatkan berita dengan
mudahnya. Akan tetapi banyak diantaranya yang menyalahgunakan sosial media
tersebut. Sekarang banyak kita jumpai orang yang dengan sengaja ataupun tanpa
sengaja memposting kata – kata yang merupakan ujaran
kebencian seperti penodaan/penistaan agama. Meskipun pemerintah telah mengatur
akan hal itu, akan tetapi masih banyak diantaranya masyarakat yang tidak
mengetahui dan dengan sengaja menyebarluaskan kata-kata maupun gambar yang
berbaur penodaan/penistaan Agama.
Kami mengangkat kasus tentang
penistaan agama ini karena, dengan marak nya pemberitaan di internet atau media
sosial tentang Ormas Islam Laporkan Penista Agama di Sukabumi. Sejumlah Ormas
Islam datangi kantor MUI Kota Sukabumi. Mereka melaporkan kejadian penistaan
Agama yang dilakukan oleh seorang pria berinisial Ebk melalui akun Facebooknya
dengan kata-kata yang menghina Agama Islam.
PEMBAHASAN
2.
Pemahaman dan Pelanggaran Terhadap Pancasila
Ideologi Pancasila merupakan
dasar negara yang mengakui dan mengagungkan keberadaan agama dalam
pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia tidak perlu
meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama. Tidak perlu
berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan
alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama. Ideologi Pancasila
adalah ideologi beragama.
Sesama umat beragama
seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu melakukan permusuhan
ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda keyakinan maupun
berbeda adat istiadat.
Hanya karena merasa berasal
dari agama mayoritas tidak seharusnya kita merendahkan umat yang berbeda agama
ataupun membuat aturan yang secara langsung dan tidak langsung memaksakan
aturan agama yang dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama
lainya dengan dalih moralitas.
Hendaknya kita tidak
menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai
moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan
mengajarkan permusuhan.
Sebuah kesalahan fatal bila
menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak ukur benar salah dan
moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos
dan timbul gesekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah
mengakomodir standar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan
berdasarkan salah satu agama entah agama mayoritas ataupun minoritas.
2.1. Kasus Ahmadiyah
2.1.1. Tinjauan
Pustaka
Kasus
Ahmadiyah
Keyakinan warga Ahmadiyah
bahwa Mirza Ghulam Ahmad mendapat status kenabian merupakan persoalan kunci,
yang memicu kontroversi dengan umat Islam mainstream, bukan hanya di
Indonesia, tapi juga di negara Muslim di dunia. Selain itu, hasil pengalaman
spiritual Mirza Ghulam Ahmad yang kemudian dikompilasi oleh pengikutnya dalam
buku ’Tadzkirah’, diposisikan sebagai ’kitab suci’.
Dalam rapat kerja nasional
(RAKERNAS) 4-6 November 2007 Majelis Ulama Indonesia menetapkan sepuluh
kriteria aliran sesat, salah satunya adalah Mengingkari salah satu dari rukun
Iman dan rukun Islam. Juga
apabila ada yang melecehkan dan atau merendahkan Nabi dan Rasul.
Selain mengaku sebagai rasul, beberapa paham
Amadilla yang dianggap sesat, antara lain:
1. Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Tuhan. “Engkau dariku dan Aku darimu, punggungmu
hádala punggung-Ku” (Tadzkirah 700)
2. Sikap Mirza Ghulam Ahmad terhadap Muhammad
SAW. “Sesungguhnya Nabi saw memiliki tiga ribu mukjizat” (Kitab Tuhfan
Kolrawiyah 67, RK 17/153). Dan sesungguhnya mukjizatku lebih dari satu juta
mukjizat.” (Tadzkirah asy-Syahadatain 41, RK20/43)
3. Hujatan Mirza Ghulam Ahmad terhadap nabi
Isa a.s. “Ya, dialah (Yesus Al-Masih) yang terbiasa banyak memaki dan Sangat
jelek akhlaknya.” (RK 11/289, lampiran Injam Atiham 5 (foot note)).
4. Iuran wajib organisasi. “Candah (iuran)
yang dinyatakan wajib oleh hazrat aqdas masih mau’ud a.s. (Mirza Ghulam Ahmad,
pen) lepada setiap ahmadi untuk membayarnya dan siapa-siapa yang sampai tiga
bulan berturut-turut tidak membayar, dikatakan keluar dari jemaat beliau. Itu
sama sekali lain dan terpisah dari zakat”
5. Sakralisasi desa Qadian. “Sesungguhnya
bumi Al-Qadian berhak untuk dihargai, karena menyerang dia sama dengan
menyerang tanah haram.” (Durr Tsami 52)
2.1.2. Analisis
Sila
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Esensinya adalah Tuhan. Berhu-bungan dengan
Agama. Bagaimana agama
memandang Ahmadiyah?
1.
Ahmadiyah
bukan beda dalam masalah furu’ (khilafiyah) tapi sudah beda dalam hal Aqidah.
Sedangkan dalam hal Aqidah itu mutlak harus diikuti. Barangsiapa yang berbeda,
berarti dia telah murtad atau kafir.
2.
Ahmadiyah
tidak memiliki platform ajaran sendiri, tidak seperti agama lain yang memiliki
platform ajarannya masing – masing. Jadi lebih baik
ahmadiyah mendirikan agama sendiri, tanpa membawa-bawa Islam beserta segala
atributnya.
3.
Kitab – kitab karangan Mirza Ghulam
Ahmad beserta tadzkirahnya menyebutkan bahwa setiap orang yang mengingkari
kenabian Mirza Ghulam Ahmad (tidak mengakuinya) dianggap KAFIR oleh kalangan
Ahmadiyah. Jadi bagi setiap umat Islam yang membela Ahmadiyah, pelajarilah dulu
semuanya. Padahal jelas-jelas mereka menganggap setiap orang yang tidak
mengakui kenabian Mirza Ghulam Ahmad dianggap KAFIR.
4.
Setiap
umat beragama yang mempelajari agamanya dengan baik dan benar, dia akan
merasakan nikmatnya beribadah dan menjalani ajaran agama tersebut. Dan akan
menjadi sakit sekali bila agamanya itu dinodai. jadi bila ada umat Islam yang justru malah membela Ahmadiyah, berarti dia tidak
mempelajari Islam dengan baik dan benar (lihat juga poin-poin di atas).
5.
Ahmadiyah
juga telah membajak kitab suci Al-Qur’an. Tapi (juga) dibiarkan oleh pemerintah
dan para aparatnya. Tapi bila lagu ‘Indonesia Raya’ dibajak atau ‘Indonesia’
dinodai langsung ditangkap dan ditindak tegas.
6.
Dalam
buku karangan nabi palsu tersebut juga ada yang isinya menghina Nabi Isa a.s.
7.
Mirza
Ghulam Ahmad tidak hanya mengaku dirinya nabi, tapi juga mengaku di-rinya itu
malaikat, juga mengaku sebagai tuhan pencipta langit dan bumi (baca tadzkirah).
Jadi sudah jelas bahwa Ahmadiyah
itu tidak sesuai dengan ajaran agama Islam yang telah diakui, tidak pantas
menganggap diri-nya Islam. Wajar bila ba-nyak umat Islam yang melakukan
berbagai aksi. Ini karena agama mereka telah dinodai.
Dan juga dipandang dari
Pancasila, Ahmadiyah jelas melanggar karena setiap umat beragama yang
mempelajari agamanya dengan baik dan benar, dia akan merasa-kan nikmatnya
beribadah dan menjalani ajaran agama tersebut. Dan akan menjadi sakit sekali bila agamanya itu
dinodai, seperti yang dijelaskan diatas. Hal ini berten-tangan dengan Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dan juga Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
1.2.
Kasus Penistaan Agama di Kota Sukabumi
1.2.1.
Tinjauan Pustaka
Penistaan
Agama: Surat laporan kejadian penistaan agama dari beberapa Ormas Islam Kota
Sukabumi.
Sejumlah Ormas Islam datangi
kantor MUI Kota Sukabumi. Mereka melaporkan kejadian penistaan Agama yang
dilakukan oleh seorang pria berinisial Ebk melalui akun Facebooknya dengan
kata-kata yang menghina Agama Islam (27/2).”Kedatangan perwakilan dari
beberapa Ormas Islam dan komunitas untuk meminta MUI Kota Sukabumi menyikapi
dengan memberikan surat rekomendasi ke Polres Sukabumi Kota untuk
ditindaklanjuti dan diproses hukum,” kata Sekretaris MUI Kota Sukabumi, Muhammad
Kusoy kepada Sukabumi Ekspres, kemarin (27/2).
Kusoy menjelaskan, selain itu,
perwakilan Ormas Islam tersebut juga meminta fatwa dari MUI bahwa hal tersebut
merupakan penistaan agama Islam. Juga meminta MUI merencanakan pembimbingan dan
pembinaan terhadap pelaku agar kembali kejalan yang benar.”Menanggapi hal itu,
kami sudah memberikan laporan berupa surat ke Polres Sukabumi Kota untuk
meminta adanya penyelidikan yang serius dan lengkap, sehingga mendapatkan
informasi yang haqqul yakin sebagai bahan MUI Kota Sukabumi dalam menerbitkan
fatwa,” jelasnya.
Kusoy mengungkapkan, MUI kota
Sukabumi akan melakukan sidang komisi fatwa untuk menilai kalimat yang di
posting oleh saudara Ebk, sebab laporan dan objeknya sudah jelas.”Jika sudah
dilakukan sidang dan ada keputusan bahwa hal itu menistakan agama, kami akan
membimbing dan membina saudara Ebk dan memasukkannya ke Lembaga Pendidikan
Agama Islam agar kembali kejalan yang benar,” pungkasnya.(Heru Lesmana)
1.2.2.
Analisis
Macam Norma Yang Berkaitan dengan Kasus Penistaan Agama :
- Norma Agama Tentang kasus penistaan
agama ini maka disimpulkan melanggar norma agama karena
ucapannya/unggahannya yang mengindikasikan tidak adanya toleransi beragama
- Norma Kesusilaan Disimpulkan bahwa
Ebk membuat Umat Islam marah karena tidak sesuai hati nurani dan kodrat
manusia
- Norma Kesopanan mengunggah dengan
lantang dimedia sosial Umum tanpa melihat norma kesopananan yang berlaku
di masyarakat.
- Norma Hukum Sangat berhubungan karena
melanggar Hukum, yang dilihat dari KUHP,UU dan Hukum Islam.
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan yaitu :
1.
Pancasila
adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang
terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa karena Pancasila
mengakui adanya pluralitas.
2.
Dengan
mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya
dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti
akan terwujud.
3.
Dalam
memahami sila Ketuhanan Yang Maha Esa tak dapat dipisahkan dari ke – empat sila lainnya.
4.
Sila pertama menunjukkan bahwa Indonesia mengenal
dan memiliki loyalitas akan penciptanya, Tuhan Yang Maha Esa. Kehadiran sila
ini menyatakan warga-warganya yang taat beribadah dan menjalankan ajaran-ajaran
sesuai agama mereka masing-masing. Tanpa adanya sila pertama, Indonesia dapat
menjadi negara yang kacau.
5.
Ditinjau
dari Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa kasus Ahmadiyah merupakan suatu
pelanggaran karena Pancasila mengajarkan kebebasan memeluk agama dan keyakinan
masing-masing bukan kebebasan mengubah ajaran suatu agama yang dalam hal ini
agama Islam.
6.
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa penistaan agama bisa membuat
perpecahan dalam suatu kelompok sosial karena menyangkut dimensi keyakinan
batin orang atau kelompok terhadap agama yang dianutnya. Seperti diatur dalam
Pasal 156 a KUHP barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan
atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan
atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dengan maksud
supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan keTuhanan Yang
Maha Esa.
3.2.
Saran
Berdasarkan pembahasan diatas, ada beberapa saran yang perlu untuk
dipertimbangkan untuk lebih meningkatkan pemahaman terhadap nilai Pancasila,
yaitu :
1.
Untuk
semakin memperkokoh rasa bangga terhadap Pancasila, maka perlu ada-nya
peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila ke – 1. Salah satunya dengan saling menghargai antar
umat beragama.
2.
Untuk
menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi rakyatnya, diperlukan adanya
jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada di dalamnya.
Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan beribadah.
3.
Pemerintah
sebaiknya melakukan pendekatan yang persuasif untuk membawa pengikut Ahmadiyah
kembali pada koridor Islam.
4.
Jika
pengikut Ahmadiyah tetap bersikukuh dengan keyakinannya, sebaiknya mereka
mendirikan agama baru tanpa membawa – bawa Islam beserta atributnya untuk menghindari
keresahan dan ketegangan di dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan butir sila
Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu membina
kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
5.
Sebaiknya langkah sebagai warga negara yang baik adalah menghindari ujaran dan
tindakan yang dapat saling mencedarai hati satu sama lain. Jauhi tindakan yang
dapat merugikan baik umat Islam Indonesia khusunya maupun masyarakat Indonesia
pada umumnya.
6.
Bijak
Ber – media Sosial. Karena Jarimu Adalah Harimaumu!
Dulu ada peribahasa yang
bilang “mulutmu harimaumu”, peribahasa tersebut dimaksudkan sebagai peringatan
agar berhati-hati ketika berbicara, karena bisa jadi, apa yang diucapakan oleh
mulut bisa memancing orang lain untuk ribut. Tapi kini, seiring dengan
perkembangan teknologi komunikasi, ada bagian lain dari anggota tubuh yang bisa
jadi ‘harimau’, bagian itu adalah jari. Dalam beberapa hal, jari ternyata lebih
berbahaya daripada mulut, karena apa yang diketik jari bisa membuat si pemilik
jari berakhir di bui.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan, M.S. 2003. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.
http://jangkrik-muda.blog.friendster.com/
http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-pancasila-pancasila-vs-agama/
http://lets-belajar.blogspot.com/2007/09/sila-ketuhanan-yang-maha-esa.html
https://seputarsukabumi.com/umum/ormas-islam-laporkan-penista-agama/